Senin, 20 Desember 2010

Waspadai Pemutihan Lahan Lewat RTRW

MEDIAJAMBI — Adanya usulan alih fungsi kawasan dari kawasan Hutan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 120.813 hektar menimbulkan kecurigaan. Ditengarai, lahan tersebut diberikan pada beberapa perusahaan. Baik untuk konsesi perkebunan, HTI hingga pertambangan batubara dan migas.

Dalam presentasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi, beberapa waktu lalu, sekitar 120.839,04 hektar kawasan hutan akan dialihfungsikan menjadi APL. Masing-masing di Kabupaten Tanjab Timur seluas 15.269,10 hektar, Tanjab Barat 9.887 hektar, Batanghari 6.576,91 hektar, Muarojambi 10.354,69 hektar, Sarolangun 19.859 hektar, Merangin 24.520 hektar, Tebo 15.895,56 hektar dan Kabupaten Bungo 18.476,78 hektar.

Direktur CAPPA, Rivani Noor melihat, ada upaya pemutihan atas beberapa kawasan yang sebenarnya sudah dahulu dimanfaatkan perusahaan. Pelegalan atas aktivitas ini, kemudian diakomodir dengan pelepasan kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi.

“Inventarisir kami, ada beberapa perusahaan yang bakal memperoleh lahan setelah dilepaskan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur,” ujar Rivani, Rabu pekan lalu.

Perusahaan dimaksud, seperti perizinan yang diberikan pada PT SMP seluas 1.520 hektar dan Hutan Produksi PT WKS seluas 1.500 hektar. Ditempat lain, pelepasan areal juga diperuntukkan bagi PT CKT seluas 700 hektar dan PT Agrowiyana di Kabupaten Tanjab Barat. “Pertanyaannya, kenapa pelepasan kawasan tidak langsung diberikan kepada masyarakat. Ini modus perusahaan untuk menggantung petani, agar tidak lepas dari kontrol kemitraan dengan perusahaan,” tegas Rivani.

Dua alasan
Pada sebagian besar kawasan yang bakal dialihfungsikan, ada tiga alasan utama. Pertama, model transmigrasi lokal melibatkan perusahaan sebagai mitra. Model ini, menjadi tameng pemerintah untuk “membenarkan” usulan alih fungsi. “Semuanya untuk masyarakat, selalu itu yang jadi alasan. Padahal, hanya sebagian kecil lahan plasma yang dimitrakan. Sebagian besar justru untuk konsesi perkebunan kelapa sawit hingga HTI,” sambung Rivani.

Alasan kedua, kawasan itu sudah terlebih dahulu rusak. Karena kayunya sudah ditebang secara membabi buta oleh perusahaan. Untuk mengakomodir kondisi hutan yang ada agar dapat dimanfaatkan kembali, maka dilepaslah status kawasan dan perizinannya diberikan pada korporasi tertentu. “Lalu kayunya dulu kemana? Inikan sudah mengindikasikan korupsi yang diatur secara sistematis. Pemutihan, itu istilah yang lebih tepat,” ujarnya.

Beberapa rangkaian “pelanggaran” atas kawasan hutan, menurut Rivani terlihat dari keberadaan perkebunan kelapa sawit seluas 345 hektar milik instansi pemerintah di Hutan produksi. Keberadaan kebun sawit seluas 3.500 hektar milik perusahaan swasta. Puluhan konsesi batubara di Tebo diatas Hutan Produksi atas izin bupati. 2000 hektar sawit milik perusahaan swasta atas izin bupati Tanjab Timur serta pemukiman transmigrasi di Kabupaten Muarojambi di Kawasan Tahura.

Dikuasai Perusahaan
Dari total 5,192 juta hektar luas Provinsi Jambi, sekitar 60 persen dikontrol industri. Hutan Produksi, IUPHHK, HPH, perkebunan kelapa sawit dan tambang adalah industri yang dominan mengkontrol lahan di Provinsi Jambi. Akibatnya, hanya 40 persen yang diperebutkan 3,08 juta penduduk Jambi.
“Belum dikurangi alokasi untuk pertokoan, perkantoran, jalan dan sarana publik lainnya. Padahal, tak sedikit kawasan hutan dan lahan yang dikuasai industri tidak dimanfaatkan secara optimal, kerap kali kita mendengar dan melihat, satu kawasan hutan hanya dibalak kayunya saja oleh industri, kemudian setelah itu tidak ada upaya reboisasi ataupun pengelolaan sesuai dengan izin atas lahan tersebut. Situasi demikian, menjadi katalis produktif membangkitkan lapar tanah bagi rakyat,” jelas Rivani.

Rivani berikut beberapa LSM lingkungan lain berharap, Pemerintah lebih mengakomodir kepentingan publik atas lahan. “Yang terjadi saat ini, masyarakat Jambi masih Lapar lahan. Harus ada keberpihakan pemerintah untuk lebih mengakomodir kepentingan mereka,” harap Rivani.(jun)

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus