Minggu, 24 Oktober 2010

Harga Udang Ketak Anjlok

KUALATUNGKAL—Harga Udang ketak di Kualatungkal sejak tiga bulan terakhir anljok, menyusul membanjirnya pasokan udang dari nelayan. Namun kondisi ini tidak diikuti oleh banyaknya pembeli, dan membuat para nelayan mengeluh.
Sarkawi (41) seorang nelayan di Kampung Nelayan Kualatungkal kepada Media Jambi, Jumat (22/10) mengatakan harga udang ketak kualitas A dalam keadaan hidup saat ini hanya Rp 5.000/ekor, sebelumnya mencapai Rp 20.000/ekor. Sedangkan kualitas B Rp 2.000/ekor dan kualitas C hanya Rp 1.000/ekornya.
Selama ini katanya udang ketak ini dibeli oleh padagang untuk diekspor ke Hongkong dan Korea, tapi saat ini dia tidak mengetahui apa penyebabnya. Padahal katanya penghasilan dari menangkap udang ketak lumayan besar ketimbang melaut menangkap ikan jenis lain.
Andi Saripudin (56) pedagang yang biasa menampung hasil tangkapan para nelayan mengatakan anjloknya harga undang ketak disebabkan pasar luar negeri terutama Hongkong dan Korea memasok udang ketak dari daerah lain di Indonesia. “Penghasil udang ketak tak hanya di Jambi, daerah lain juga banyak,” ujar manajer Kedai Pesisir ini.
Dikatakannya, udang ketak yang laku dijual dalam keadaan hidup sedangkan jika sudah mati sulit dipasarkan. Saat ini di gudangnya cukup banyak udang ketak yang belum terjual. “Biasanya setiap dua minggu sekali ada pedagang besar yang datang kemari tapi ini sudah satu bulan tidak datang-datang,” ujarnya dengan logat Bugis.
Ditambahknya, dia hanya sebatas pedagang pengumpul yang membeli hasil tangkapan nelayan. Dan belum memiliki izin untuk ekspor dari Dinas Perdagangan. “Jadi mau atau tidak kita terpaksa beli dengan harga rendah,” tambah dia.
Dia pun berharap kepada pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dapat mempasilitasi guna mengatasi masalah ini. Sebab jika harga anjlok seperti ini nelayan mengalami kerugian. Penghasil dari berhari-hari dilaut tidak berbanding dengan pengeluaran. Minyak solar yang dihabiskan sehari semalam di laut berkisar 50 liter dengan harga Rp 5.000/liternya. Belum lagi sangu untuk kebutuhan keluarga yang ditinggalkan di rumah. “Coba bayangkan berapa pengeluaran yang ditanggung nelayan setiap kali melaut,” kata Andi.

Terbelit Hutang
Umumnya nelayan yang hendak turun melaut meminjam sejumlah uang kepada tauke, yang dibutuhkan untuk keperluan melaut maupun keluarga. Jumlah pinjaman juga bervariasi tergantung kebutuhan dan dibayar dengan ikan hasil tangkapan. Tapi umumnya banyak nelayan yang terbeli hutang. Karena hasil tangkapan tidak berbanding lurus dengan pengeluaran.
Hal ini diakui Daeng Balihe (52) lelaki yang telah menjadi nelayan sejak berumur 15 tahun. Saat ini katanya penghasilan melaut sangat sedikit, karena kalah bersaing dengan nelayan besar yang menggunakan alat tangkap canggih. Terkadang dalam sekali turun kelaut tidak menghasil apa-apa, padahal utang telah menanti. “Kalau ada pekerjaan lain saya mau beralih. Apalagi jika gelombang besar nelayan tidak ada yang berani melaut,” ungkapnya.
Dia dan nelayan lain juga berharap kepada pemerintah dapat menertibkan nelayan besar yang menggunakan peralatan canggih agar tidak menangkap ikan dibagian yang dangkal. Karena dibagian yang agak dangkal ini merupakan lahan bagi nelayan kecil seperti dirinya yang menggunakan perahu pompong dan peralatan tradisional. “Kita memangkap ikan hanya menggunakan jaring,” ujarnya.

Butuh SPBN
Sulitnya dan tingginya harga BBM jenis solar yang digunakan nelayan untuk melaut. Nelayan yang meminta kepada pemerintah membuat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang khusus melayani para nelayan tradisional yang beroperasi di laut lepas. Hal ini disebabkan harga BBM jenis solar Rp 5.000/liter. Padahal harga BBM jenis solar di SPBU hanya Rp 4.300/liter.
“Kita berharap mendapat perhatian dari pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan dengan medirikan SPBN yang khusus melayani nelayan. Selama ini sempat terjadi kelangkaan BBM dan harga cukup tinggi. Karena membeli solar di SPBU dibatasi,” ujar Andi Saripudin .
Bahkan katanya pada saat terjadi kelangkaan BBM nelayan menggantinya dengan minyak tanah. Sebab jika tidak maka nelayan tidak akan bisa melaut.(mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar