Senin, 28 Juni 2010

Batas TNKS dan Kota Sungai Penuh Belum Jelas

SUNGAI PENUH – Batas wilayah administrasi Kota Sungai Penuh dengan wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) kini belum jelas. Akibatnya, warga yang bermukim dipinggiran TNKS resah karena takut dianggap menyerobot lahan.

“Kami bingung dimana batas wilayah Kota Sungai Penuh dengan TNKS. Kalau menggarap lahan pertanian nanti ditangkap karena dianggap merambah hutan, apalagi patok batas wilayah tidak ada lagi,” ujar Amri, warga Renah Kayu Embun Kota Sungai Penuh kepada Media Jambi.

Sekda Kota Sungai Penuh Arfensa mengakui tidak jelasnya batas wilayah Kota Sungai Penuh dengan wilayah TNKS itu. Dia meminta adanya pengukuran ulang. “Terkadang warga membuka ladang malah dikatakan merambah hutan,” kata Arfensa.

Menurutnya, beberapa tahun lalu ada beberapa wilayah yang dinyatakan bebas dari kawasan TNKS karena sudah menjadi desa. Diantaranya Desa Renah Kayu Embun dan Desa Renah Pemetik. “Patok saat ini menggunakan patok lama sebelum desa terbentuk” ungkap Sekda.

Sekda juga menyesalkan tidak adanya kontribusi TNKS bagi masyarakat sekitar kawasan. “Pihak TNKS tidak menilai keberhasilan masyarakat. Malahan jika ada warga dianggap menyerobot lahan langsung ditangkap,” sesalnya.

Kelola bersama

Kepala Tata Usaha Balai Besar TNKS, Sunandar ketika diminta keterangannya menjelaskan, peta wilayah administrasi merupakan wewenang pemerintah kabupaten atau kota. Dalam hal ini peta dikeluarkan Bappeda Kerinci. Namun hingga kini, belum diketahui Kota Sungai Penuh menggunakan peta yang mana untuk menetapkan tapal batas. Walaupun diakui, pihak balai juga memiliki peta sendiri.

“Patok yang dipasang TNKS sah secara hukum. Proses penetapan tata batas diketuai Pemkab sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Sebelum batas tetap, enam bulan pertama ditetapkan batas sementara. Sambil menunggu protes warga. Setelah itu baru ditetapkan,” kata Sunandar menerangkan tahap penetapan batas.

Sementara kawasan pemukiman warga seperti Desa Renah Kayu Embun, kawasan Renah pemetik, memang berada diluar kawasan. Sejak ditetapkan sebagai hutan lindung, tidak pernah ada lahan yang dibebaskan.

“Kalau pemukiman penduduk memang berada diluar kawasan. Namun saat ini warga sudah menyerobot lahan TNKS menjadi areal perladangan. Seperti terjadi di Renah Kayu Embun. Hal tersebut tentunya harus ditindak tegas” tambahnya.

Sunandar menambahkan, tidak ada larangan memanfaatkan lahan TNKS. Baik untuk pembangunan jalan ataupun yang lainnya. “Izin menggunakan lahan TNKS harus dikeluarkan langsung oleh Mentri Kehutanan,” tegasnya.

Soal kompensasi TNKS kepada masyarakat Kerinci bukan dalam bentuk dana. Namun pengaturan air untuk areal pertanian dan kebutuhan air bersih. “TNKS mengairi 10 juta hektar lahan pertanian yang tersebar di empat provinsi,” terangnya. (cr-ton)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar