Senin, 12 Juli 2010

Supriyanto : Jangan Sisakan PR

SEJUMLAH keberhasilan pembangunan yang dilaporkan Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin dalam LKPj akhir jabatannya ternyata tidak membuat anggota dewan puas. Mereka menilai, banyak Pekerjaan Rumah yang ditinggalkan pemerintahan ZN dua periode ini. Terutama maraknya konflik lahan yang menimbulkan penderitaan di tingkat petani dan masyarakat kecil.

Sekretaris Fraksi Gerakan Keadilan, Supriyanto SP bahkan mengatakan, Gubernur sama sekali tidak menyinggung beberapa konflik dan protes petani yang mencuat beberapa waktu terakhir dalam LKPj-nya. “Konflik di petani bahkan sudah mengancam jiwa. Kasus petani korban PT TLS misalnya,” ungkap Supriyanto, Jum’at (9/7). Sejauh ini, penyelesaian kasus baru ditingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Belum ditindaklanjuti lebih serius.

Padahal LKPj akhir jabatan 2006-2009 merupakan pertanggungjawaban masa kepemimpinan Gubernur ZN selama lima tahun terakhir. Konflik lain yang dilupakan—lanjutnya, permasalahan antara Persatuan Petani Jambi (PPJ) dan PT Wira Karya Sakti. Dimana janji gubernur, akan mendukung proses pelepasan areal seluas 40 ribu hektar bagi kebun masyarakat. “Kedua hal ini bahkan tidak disebut di SKPD manapun dalam LKPj Gubernur,” katanya kecewa.

Dia mencatat, setidaknya terdapat 34 konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Belum termasuk konflik yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan tanaman industri. Ribuan jiwa, menurutnya sangat menantikan penyelesaian akhir yang memberi keadilan pada semua pihak.

Terlepas beda kewenangan antara Pemprov dan Pemkab, Pemerintah Provinsi seyogyanya menjadi pengayom bagi seluruh warga didaerahnya. Kekecewaan ini bertambah setelah Pemprov tidak serius menanggapi usulan pembentukan lembaga ad hoc penyelesaian konflik yang diusulkan di Sidang Paripurna beberapa waktu lalu.

“Jangan sisakan PR bagi pemerintahan selanjutnya. Karena menyangkut beban moral dan pertanggungjawaban pada rakyat dan konstituen,” ujarnya. Kasus lain yang masih menjadi PR masing terjadi di delapan kabupaten. Yaitu Kabupaten Tanjab Barat (7 kasus), Batanghari (4 kasus), Merangin (1 kasus), Sarolangun (5 kasus), Muarojambi (6 kasus), Bungo (4 kasus), Tanjab Timur (2 kasus) dan Kabupaten Tebo (2 kasus).

Upaya penataan lahan yang lebih baik, diakuinya sudah mulai dilakukan melalui draf Rencana Tata Ruang Wilayah. Namun lagi-lagi, dalam draf itu proses penguasaan lahan lebih mengakomodir kepentingan korporasi tertentu. Dengan penyamaan areal pertanian dan Hutan Tanaman Industri. (jun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar